“ILLA ILLA”
Good Bye My First Love
Title : Illa Illa,
Good Bye My First Love
Year : 2013, January
Casts : Kim KAI (Kim
Jong In) – EXO
Jung KRYSTAL (Jung Soo Jung) – f(x)
And find it by your self.. ^^
Rating : PG – 15
Genre : Romance
Note : Cerita ini
Cuma fiktif belaka. Ini FF one shot kedua saya setelah FF One Shot perdana
sekaligus pertama saya ‘Reset’ (2012). Seperti One Shot saya sebelumnya, One
Shot kali ini juga terinspirasi dari salah satu lagu favorit saya, kali ini
lagu Juniel – iLLa iLLa. Tapi One shot kali ini, pembaca harus muter otak
mungkin agar ngeh, dengan maksud yang saya bikin. Karena flashback , sisipan
lirik, dan Kai POV yang sengaja tidak saya beri keterangan hehe *devil smile. Maaf
jika typo masih bertebaran disana sini. And say thx for my friend Ega, who was
give me big inspiration to make this FF. hoho
Hope You Like it ^^
When the warm and scented wind passes by my cheeks
I think of your face that I used
to love
Aku membuka mata ketika desir angin dari jendela yang sedikit
terbuka membelai pipiku. Ku lihat disekitarku, mendapati diriku tidak bergerak
di dalam bus ini. Aku menoleh, memandang bangku penumpang disampingku. Tidak
ada seorangpun disana. Aku menelan ludah. Bodoh. Apa yang sedang kuharapkan?
Senyum manis itu, tidak mungkin lagi ada disana. Wajah yang kurindukan itu,
tidak mungkin lagi ada disana. Tidak mungkin.
When the wild, unknown flowers bloom hidden on the streets
I think of you whom I hide away in my memories
Aku menghela nafas panjang. Langkahku terhenti di tepi jalan
raya yang sepi lenggang oleh kendaraan. Di tepi trotoar, diantara dua pohon
pinus yang tumbuh tinggi. Disana ada bunga liar yang tumbuh merambat. Bunganya
berwarna kuning cerah. Dulu, ada sesorang yang sangat suka memetiknya dan
memberikan padaku sebagai hadiah kecil. Seseorang itu, ialah gadis manis dengan
matanya yang indah. Cinta Pertamaku.
My baby illa, illa, illa,
***
“K-Kim Jong In”
Suara lemah itu membuat mata Jongin semakin panas dan mengeratkan
pelukannya. Sulit bagi pemuda itu untuk mengulur titik air yang telah
menggumpal di ujung matanya.
.
.
.
.
Seoul. Kota yang penuh dengan berjuta pesona itu terlihat
mulai lelah. Matahari mulai letih untuk tersenyum. Ia berangsur-ansur terlelap.
Jalan raya yang tadinya ramai, berubah menjadi lebih hidup dengan lampu-lampu
kendaraan yang menyilaukan. Seakan mereka terbebas dan siap untuk berpesta pora
meninggalkan siang yang menjemukan.
Sebuah bus yang terlihat renta namun kuat itu bergerak
diantara kendaraan lain yang memadat di jalan raya. Dari jauh, terlihat lampu
lalu lintas yang gagah tertancap di ujung jalan. Lampu merahnya yang bersinar
lantang, membuat kendaraan-kendaraan berhenti, termasuk bus tua itu.
Sembari menunggu, sang Sopir terlihat melirik spion besar yang
berada di tengah kaca depan bus. Memeriksa ada berapa jumlah penumpang yang
tersisa. Dilihatnya hanya tinggal dua orang disana. Seorang pemuda jangkung
dengan matanya yang tajam dan seorang gadis manis yang duduk disamping sang
pemuda.
Tidak ada yang dapat membaca pikiran si pemuda saat itu, sang
Sopir pun tidak. Siapa yang tahu sesungguhnya ia sedang sangat bahagia meski tidak
dapat mengekspresikan rasa itu lewat sebuah senyuman. Sang pemuda, sedari tadi
hanya diam menatap kagum wajah seorang gadis cantik yang tengah duduk dengan
anggun disampingnya. Menurutnya, tidak ada pemandangan yang lebih menarik dari
pada gadisnya. Gadis itu, Jung Soo Jung, kekasihnya.
Si gadis mengenakan seragam sekolah yang berwarna senada
dengan pemuda itu. Wajahnya terlihat mempesona ketika terkena pantulan remang
lampu-lampu jalanan yang mulai menyala menerangi jalanan Seoul. Rambut dengan
poninya yang panjang hingga sedagu itu tergerai amat sempurna. Sedikit
menunduk, perhatian gadis itu sepenuhnya berada di atas lembar halaman sebuah
novel bersampul merah yang sedari tadi di bawanya. Dimata sang pemuda saat ini,
gadis itu bagai sebuah potret lukisan Picaso yang sangat indah dan bercahaya.
“Jangan memperhatikanku seperti itu Jongin-na” gumam gadis
itu dengan masih terfokus pada novel yang ia baca.
Pemuda tadi akhirnya tersenyum kecil ketika sang gadis
memanggil namanya. Namun seakan pemuda bernama Jong In itu tidak mengidahkan
perkataan Soo Jung. Maka, tangannya pun bergerak. Perlahan disibakkan sedikit
helai rambut Soo Jung yang menghalanginya untuk melihat lebih jelas wajah sang
gadis.
“Benar-benar keras kepala” gumam Soo Jung sebal lalu menutup
kasar novel bersampul merah miliknya. Jongin tetap tidak mengatakan apapun.
Sudah tiga tahun mereka bersanding sebagai sepasang kekasih. Dan Jongin sangat
menikmati moment ini. Saat-saat dia mengantar gadis itu pulang sekolah. Berdua
saja. Hanya berdua.
Jong In kembali teringat ketika ia bertemu dengan gadis itu.
Kira-kira delapan tahun yang lalu. Awal musim semi yang dingin. Ia melihat
gadis itu sedang memetik bunga liar di tepi jalan yang sepi. Kala itu mereka
sama-sama masih muda. Masih kanak-kanan dan buta akan cinta. Tapi tidak dapat
dipungkiri, saat itu ia merasakan dadanya bergetar hebat. Hebat sekali,
sampai-sampai dia lupa diri.
Because first love is beautiful
A first love is flower
Rasa yang menakjubkan kemudian tersentuh hingga di nadi-nadinya.
Rasa itu, rasa cinta. Rasa yang begitu dahsyat menjalar dalam memorinya. Dan
rasa itu menjadi begitu sempurna mengubah hidupnya. Apalagi setelah ia
mengatakan cinta. Setelah ia mendapatkannya. Gadis itu, cinta pertamanya.
Blooming widely when spring comes
Dazzling like a flower
Jongin meraih tangan kanan Soo Jung dan menelusupkan
jemarinya diantara jemari-jemari gadisnya yang lentik. Ia menggenggam tangan
Soo Jung erat. Soo Jung terlihat tidak terkejut ataupun menolak perlakuan
Jongin. Gadis itu sedikit menyamankan posisi duduknya, hingga kemudian
menyandarkan kepalanya di pundak Jongin. Jongin menggenggam tangan gadisnya
makin erat. Ia menempelkan pipinya di puncak kepala Soo Jung. Menerima dengan
senang hati ketika gadis itu bersandar padanya.
“Jongin-na” bisik Soo Jung lembut.
“Hmm” sahut Jong In dan menggesekkan perlahan pipinya di
puncak kepala Soo Jung. Seakan memberi pertanda bahwa dia ada disana,
disisinya, dan tidak akan meninggalkan gadisnya.
“Jongin-na” bisik Soo Jung lagi. Kali ini suaranya lebih
redup. Soo Jung menutup matanya perlahan. Membiarkan rasa kantuk itu
menggelegar menguasai otaknya. Membiarkan imajinasi yang fantastis terlukis
dalam benak. Berharap, dia akan bertemu dengan Jong In dalam mimpinya.
“Selamat tidur Soo Jung, aku akan membangunkanmu ketika kita
sampai nanti” gumam Jongin membuat gadis itu tersenyum sebelum benar-benar
terlelap.
Jongin sedikit menunduk. Melihat bahwa Soo Jung tersenyum
kecil, terlihat begitu nyaman dalam tidurnya. Jongin mengusap pipi Soo Jung. Ia
menyukai senyum itu. Senyum kecil yang mendamaikan hatinya.
“Aku mencintaimu Soo Jungie” bisik Jongin tulus, meski gadis
itu tidak mendengarnya.
.
.
.
.
“Kim Jong I-in”
Jong In membelai pipi gadis itu. Tangannya bergetar hebat memandang wajah
bidadarinya itu begitu pucat. Begitu lemah. Begitu rapuh.
.
.
.
.
Ruangan itu sangat luas. Meja-meja kayu dengan kaki-kakinya
yang sengaja didesain tinggi itu tertata di tepi-tepi dinding. Sementara
ditengah, baris-baris rak kayu yang menjulang menunjukkan kesan kuno.
Hari ini, perpustakaan itu terlihat sepi. Seorang penjaga
tidak satupun terlihat duduk nyaman ditempatnya. Rak-rak kayu yang sudah tua
dan berdebu itu bahkan seakan bosan menghuni tempat itu selama bertahun tahun.
Namun, diantara kesunyian itu terdengar gesekan kasar pena dan suara seorang
gadis.
Disana, diantara meja-meja kayu di tepi dinding, sebuah
jendela terbuka amat lebar. Membuat cahaya yang terkekang itu, kini dapat bebas
menerpa masuk. Cahaya itu menerjang sosok seorang gadis dengan seragam khas
sekolahnya yang tengah duduk menghadap sang jendela.
“Kim Jong In” bibir gadis itu bergumam pelan. Tangannya yang
lincah menggerakkan pena hitamnya diatas lembar sebuah buku kecil miliknya.
“Kim Jong In” kata gadis itu lagi dan mengeja nama itu.
Menulis nama itu berkali-kali hingga buku itu terlihat penuh.
“Kim Jong In” Angin berhembus pelan, membuat rambut
panjangnya itu menari lemah seiring suara gesekan penanya yang semaikin kuat.
“Kim Jong In” suaranya bergetar, meski tangannya tanpa lelah
bergerak menuliskan nama itu.
“Kim Jong In” ia menancapkan ujung penanya kuat-kuat, hingga
kertas pada lembar itu sobek. Gadis itu tak peduli.
“Kim Jong In” tangannya bergerak lebih cepat, bahkan kini ia
membuat lembar-lembar kertas di bukunya tercabik-cabik karena menekan penanya
terlalu kuat.
“Kim Jong__”
“Cukup Soo Jungie” gadis itu nampak terperanjat ketika
tiba-tiba sepasang tangan memeluk pundaknya dari belakang. Sentuhan yang amat
dihapalnya, suara yang sangat familiar digendang telinganya. “Kau akan
baik-baik saja. Kau tak akan melupakan namaku”
“Jong In” gumam Soo Jung datar menyadari siapa orang itu.
“Hmm” sahut Jong In tanpa melepas pelukannya. Ia menaruh
dagunya dipucuk kepala Soo Jung.
“Bagaimana kalau aku lupa dengan namamu?” pertanyaan itu
menghunus dada Jongin. Sakit. Sakit sekali.
“Aku. Aku akan mengingatkanmu”
Soo Jung terdiam mendengar jawaban Jongin. Ia menatap buku
kecil yang terlihat mengerikan dihadapannya kini. Sangat berantakan, sobek
disana-sini karena ulahnya.
“Bagaimana, kalau aku pergi?” pertanyaan itu meluncur begitu
saja dari mulut Soo Jung. Tidak ada setitik air matapun yang keluar dari gadis
itu saat mengatakan hal tersebut. Yang ada hanyalah ketegaran, ketegasan. Sorot
mata gadis itu telah menunjukkan betapa kuat dirinya. Betapa gadis itu mampu
untuk bertahan jika Jong In tetap disisinya.
“Tidak akan” kata Jong In sangat cepat. Soo Jung tersentak
ketika Jongin mengeratkan pelukannya. Tangan kokoh laki-laki itu, kini
bergetar. “Aku tidak akan membiarkanmu pergi”
Jong In bersumpah tidak akan meninggalkan gadis ini. Tidak
akan.
.
.
.
.
“Kim J-Jong In” bibir kering gadis
itu bergerak kecil, seiring suaranya yang semakin redup. Raganya seakan
melemah, bahkan untuk membuka lebar-lebar kelopak matanya amat begitu berat.
.
.
.
.
Pemuda jangkung itu menatap panutan dirinya di sebuah cermin yang
berukuran enam kali lebih besar dari dirinya. Ia tengah mengenakan kemeja
berlapis tuxedo hitam mengkilat yang membuat dadanya nampak lebih bidang. Ia
benar-benar terlihat lain dibandingkan ketika mengenakan seragam sekolahnya. Bahkan
ia sampai terheran-heran menemukan sisi lain darinya. Sosok seorang pemuda yang
amat ia kenal di cermin itu adalah dia sendiri. Namun kenapa bayangan dirinya
yang terpantul memiliki suatu aura yang begitu berbeda?
“Jong In!” Pemuda bermata tajam dan jangkung itu menoleh ke arah
sebuah tirai besar dimana sosok seorang wanita yang sangat ia kenal baru saja
keluar dari tirai itu. Wanita itu berambut panjang dan sedikit ikal. Matanya
menyipit, seiring dengan senyumnya yang melebar.
“Yuri noona?” panggil
Jong In ketika mendapati noonanya itu menampangkan wajah yang melukiskan betapa
puasnya ia.
“Kau harus mentraktirku untuk ini” kekeh si wanita yang lebih
tua tepatnya tiga tahun dari Jong In.
Wanita bernama Yuri itu berjalan sedikit menyingkir ke ujung
tirai putih yang masih tertutup. Ia
sedikit menunduk dan kemudian perlahan menarik tali yang otomatis membuat tirai
itu terbuka.
My baby, illa illa illa
Jantung Jong In lantas
berdebar memandang sosok dibalik tirai itu. Seorang gadis cantik dengan high hills putih bertabur berlian
sebagai alas kakinya. Ia mengenakan sebuah gaun putih tanpa lengan yang
menonjolkan kaki jenjangnya. Rambut hitam sang gadis yang tadinya lurus itu
berubah menjadi ikal lembut dengan sebuah tiara kecil yang tersemat di atas
kepalanya. Terlihat ia juga menggenggam sebuah buket bunga mawar putih
berukuran mini yang melengkapi penampilannya.
Baby illa illa illa
Baby illa illa illa
“Soo Jungie” gumam Jong In memastikan bahwa bidadari itu
adalah kekasihnya. Tapi gadis jelita itu tidak menjawab, pipinya terlihat memerah.
“Kau berjanji padaku” ujar Soo Jung. Ia tidak menatap Jong
In. Kali ini jantungnya seakan hampir meledak tak karuan ketika melihat pemuda
itu menatapnya dengan sorot yang lain. Sorot kagum, cinta, bahagia.
Jong In melirik wanita yang tak jauh dari tempat Soo Jung
berdiri. Ia menatap noonanya itu dengan tatapan memohon.
“Pergilah” ujar Yuri dengan senyum simpul, terlihat begitu
tersentuh dengan pengorbanan dan kelakuan adiknya itu.
Jong In dengan gagah mendekati Soo Jung dan meraih tangan
gadis itu. Soo Jung menatap Jong In tak percaya. Dan pemuda itu membalas Soo
Jung dengan sebuah bisikan hangat.
“Aku pernah berjanji akan melakukan ini kan?”
Lantas, Jongin menarik tangan Soo Jung.
“Jaga dia Jong In!” seru Yuri ketika melihat sejoli itu hampir
keluar dari sebuah Toko butik kecil miliknya. “Dan jangan merusak karyaku!”
Sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta itu berlari tanpa
melepaskan tautan tangan mereka. Orang-orang memandang mereka berdua, nampak
tertegun, ataupun terkejut. Namun Jong In tidak melepas tangannya yang
menggenggam Soo Jung erat. Mereka berdua tertawa. Saling tersenyum satu sama
lain.
Hingga kemudian Jong In menghentikan langkahnya di tepi
trotoar yang cukup ramai. Ia ingin segera menumpahkan rasa ‘itu’, tanpa peduli
orang-orang mendelik ngeri disekitar mereka.
“Aku mencintaimu JUNG SOO JUNG!” Teriaknya tanpa malu disela
helaan nafasnya yang tersengal.
Kemudian, tangan Jong In terulur, meraih pinggang ramping Soo
Jung. Mendekatkan tubuh mungil gadisnya itu ke pelukannya yang hangat.
Disambarnya bibir Soo Jung dengan cepat, membuat gadis itu kaget dan refleks
mendorong dada Jong In. Namun pemuda itu lebih kuat. Dibungkamnya lagi bibir
gadisnya itu, dan dilumatnya lembut, penuh cinta, penuh rasa sayang dan
kehangatan. Soo Jung tidak dapat menolak, dengan senang hati ia membalas sentuhan
kasih pemuda. Sementara orang-orang disekitar mereka memperhatikan aksi Jong In
diiringi siulan beberapa pemuda bermaksud menggoda.
“Aku mencintaimu Soo Jung,” Bisik Jong In lembut setelah
melepas kecupannya.
Soo Jung memandang pemuda dihadapannya kini dengan rasa
syukur diantara nafasnya yang memburu. Namun sejurus kemudian, raut wajah Soo
Jung berubah menjadi sebal.
“Ah!”
Ia memukul kepala Jong in dengan ujung buket yang dibawanya
sedari tadi. Jong In sedikit mengaduh dan menggosok kepalanya perlahan.
Dilihatnya Soo Jung, berharap gadis itu tidak marah. Apakah ia telah
mempermalukan gadisnya itu?
“Jangan berhenti disini bodoh” kata gadis itu dan tersenyum
penuh makna. “Tentu saja aku juga mencintaimu”
Jong In lega mendengarnya. Dadanya berdesir, dan sejuk.
Rasanya seperti ada air yang baru saja mengalir membasahi kerongkongannya.
“Kajja” gumam Jong
In sambil menunjukkan telapak tangan kanannya pada gadis itu. Soo Jung
tersenyum senang dan membalas uluran tangan kekasihnya. Membiarkan sang pemuda
dengan lantang menggenggam tangannya.
Merekapun kembali berlari pergi dengan cinta sebagai penunjuk
jalan kemana kaki mereka akan melangkah. Hingga lelah memburu raga mereka.
Never forget love
Jong In. Pemuda itu berusaha tegar ketika menginjakkan kakinya
di lorong-lorong putih yang seakan sedang menelannya. Wangi obat yang berbaur
dengan bau-bauan alkohol menggelitik benaknya yang kosong itu. Langkahnya
semakin berat dan terhenti mendadak ketika mendapati dua sosok disana. Seorang
wanita yang telah paruh baya yang terisak di pelukan seorang laki-laki dewasa.
“Yonghwa hyung” panggil Jong In dengan tatapan datar. Ia
benar-benar tidak dapat mencerna apa yang tengah terjadi. Laki-laki bernama Yonghwa
itu mendongak melihat sosok Jong In yang berdiri dihadapannya. Tampak lah
jelas, Yonghwa berusaha menutup rapat bibirnya untuk bergerak.
“A-adikku, dia..” Seperti ada rasa takut yang terlukis dari
kilat kedua mata Yonghwa saat mengucapkan setitik kata itu.
Sadar dengan kehadiran Jong In. Wanita paruh baya yang tadi
tersedu itu, kini menepuk pundak Jong In. Kerutan dibawah matanya terlihat
makin jelas, menghias kelopak bawah matanya yang sebenarnya indah. Mirip dengan
mata Soo Jung.
“Ku mohon.” Jongin mendengar suara itu terlihat amat getir
dan menyakitkan. “Jangan masuk nak Jong In. Anakku begitu tercengang ketakutan
ketika kami berdua menghampirinya. Kami yang jelas-jelas keluarganya!”
Nafas Jong In memburu kemudian. Paru-parunya terasa
menyempit.
“Kenapa secepat ini?” gumam Jong In dan menggeleng pelan meyakinkan
dirinya bahwa Soo Jung baik-baik saja, bahwa gadis itu tersenyum dan masih
ingat akan dirinya. Namun cara itu tak berhasil membuatnya lebih tenang. Sama
sekali tidak.
Jong In mengarahkan pandangannya pada sebuah pintu putih yang
kini tampak menakutkan baginya. Kakinya bergerak menutup pintu itu, diiringi
suara tangis yang pecah dari ibunda Soo Jung.
Dan gadis itu benar ada disana. Wajah cantiknya itu kini
berubah menjadi wajah yang terlihat ketakutan. Gadis itu dengan panik melihat
kedatangan Jong In.
“Siapa kau?” katanya dengan tatapan merasa terancam. Suaranya
begitu kasar. Jauh berbeda, ketika gadis itu memanggil namanya dengan lembut,
dengan kasih sayang.
Jong In
menutup mulutnya begitu kaget. Matanya terbuka lebar mendengar Soo Jung menanyakan
satu hal yang sangat ditakutkannya. Kenyataan yang seharusnya Jong In tahu nantinya
akan seperti ini, namun nyatanya, semua tetap begitu menyakitkan. Pada akhirnya,
gadis itu benar-benar lupa akan dirinya, akan keberadaanya, akan cinta mereka
berdua.
Seeing as a first love is painful
“Soo Jungie” panggilnya dan mendekat pada gadis itu. Namun
gadis itu terlihat ketakutan dan berusaha menjauh darinya. Seakan-akan Jong In
adalah seorang penjahat yang datang untuk menculiknya.
Jong In meraba dadanya. Sesuatu yang ganjil berada disana.
Seperti ada yang baru saja menancapkan sebilah pisau di jantungnya. Rasanya
sakit, perih.
Kini ditatapnya sendu gadis itu, kekasihnya.
Penyakit itu.
Kenapa penyakit itu harus memilih tubuh gadisnya?
Kenapa?
A first love is like fever
Dadanya terasa sesak. Tiba-tiba air mata yang sedari tadi
disimpannya, kini mengalir begitu cepat menampar wajahnya.
“Aku mencintaimu Jung Soo Jung” gumamnya tanpa menghiraukan
tatapan asing gadisnya itu. “Aku tetap mencintaimu apapun yang terjadi” Jong in
memukul dadanya. Berharap, rasa sakit yang menggumpal disana akan sedikit
terelakkan. Namun rasa sakit itu tidak berkurang. Sama sekali tidak.
“A-apa maksudmu?!” Tatapan dangkal Soo Jung membuat
kerongkongannya terasa kering. Gadis itu begitu dingin padanya. Senyum manis
yang selalu diberikan gadis itu padanya, kini lenyap begitu saja.
Because a first love can never be
A first love is lingering attachment
“Kumohon” rintih Jongin. Suaranya bergetar hebat. “Biarkan
aku menjagamu dan membuatmu tersenyum,” Hatinya begitu sakit. Sakit yang tidak
dapat disembuhkan oleh siapapun kecuali cintanya, kekasihnya, Soo Jung. “…hingga
akhir sekalipun.”
Because you can’t have it since you loved too much
.
.
.
.
“Kim-m Jong__”
Jong In mencium bibir gadisnya. Ia membungkam bidadarinya itu untuk
bersuara. Manahan polemik rasa yang mencekam batin dan jiwanya. Mencoba
mengelak dan berlari dari rasa takut jika
kekasihnya itu akan pergi jauh meninggalkannya dari dunia yang fana.
Namun rasa ketakutannya seakan melolong riuh rendah diotak Jong In. Tidak
ada yang bisa membantunya. Tidak ada. Selain titik-titik air mata Jong In yang
jatuh menemani kecupan hangat yang ia berikan sebagai hadiah perpisahan untuk
bidadarinya, Jung Soo Jung.
“Aku mencintaimu” bisik Jong In perlahan di daun telinga Soo Jung.
Dilihatnya wajah Soo Jung yang cantik itu tersenyum kecil. Gadis itu akhirnya telah
pergi. Bidadarinya.
Jung Soo Jung telah pergi dengan bahagia dan damai.
.
.
.
.
.
My baby
illa, illa, illa
My baby
illa, illa, illa
My baby, Good bye
***THE END***
Whaaahh, ending juga akhirnya. Disini Krystal sakit yak, tapi
saya juga ga tau dia sakit apa (?) lol. Yah, intinya dia sakit tapi meninggal
dengan tenang karena ada Jong In disisinya. Dan, Jong In ga bisa bersama cinta
pertamanya. (Mianhe Jonginnieee) Tapi berhubung ini One Shot, saya jadi ga bisa
bikin kenangan manis Soo Jung-Kai lebih banyak lagi (Mian T__T). Eng ing eng…
comment guys…
Kali ini kai-stal.. maybe next FF… saya akan bikin Myungstal
ata u.. Minhyuk-Krystal ??
Seperti gambar yg udah pernah aku share beberapa waktu lalu…
emg udah ada ide bwt bikin Krystal mata duitan and fashionista bersama Minhyuk
si cowok cupu yg ngejar-ngejar Krystal.. tpi idenya mentok T__T lol.
hohooo komen komen guys!!